“ Goresan di Hatiku “
Kupejamkan mata dan kurasakan hembusan
angin yang datang dengan pelannya, bersama suara hujan yang jatuh tanpa teratur
. Ku terduduk diam berdekap pilu, meratap mimpi yang telah usang, dan mencoba
merakit sebuah harapan yang terbelenggu oleh ribuan makna yang tak pernah
tersurat. Mebuatku mencari sebuah rasa yang selama ini kuanggap telah hilang.
Mencoba menelusuri setiap ruang hati yang ternyata telah terisi dengan sebuah
perasaan yang disebut dengan rindu. Kudapati sebuah goresan nama yang belum
hilang hingga saat ini, nama yang selalu aku ingin ucapkan, nama yang selama
ini selalu ingin ku dengar, nama yang selama ini telah bersemayam di sudut hati
yang paling dalam.
Ingin rasanya aku menyentuh dan
menghapusnnya, namun sayang usahaku mungkin saja akan sia-sia. Goresan itu
telah tertanam dengan sangat dalam sehingga aku sendiri pun tak mampu untuk menghilangkannya. Otakku
sering kali memaksaku untuk selalu berkata tidak tentangnya, tapi hatiku tak pernah
menang untuk melawannya. Otakku yang selama ini berusaha menghilangkan sebuah
rasa, telah dikalahkan oleh hati yang setiap harinya mendamba. Entah harus
menyalahkan siapa, otakku yang terlalu angkuh untuk menerima perasaan itu,
ataukah hatiku yang terlalu bodoh untuk melepas sendu.
Harapan tak pernah memberi sebuah
kepastian, dan tak’akan pernah karena aku hanya berjuang sendirian.
Mempertahankan sebuah nama dengan perasaaan yang tidak karuan, memberi secercah
luka yang bertuan pada bayang-bayang kemusnahan.
Hingga kini nama itu terjebak dalam
hati yang berlindung rasa tak ingin kehilangan. Memberi alasan bahagia
sekaligus kesedihan. Membenci sekaligus mencintai. Bagaimana ini bisa terus
berlanjut, yang harusnya telah hilang nyatanya tersimpan baik didasar hati yang
paling dalam. Merindukan seseorang yang tak seharusnya dirindui,
memeperjuangkan rasa yang seharusnya tidak untuk diperjuangkan.
Namamu, telah mengisi seluruh relung
hati. Memutuskan asa sang pemilik hati
yang lain untuk menemani. Yang ku tau kini, hanya menunggu sebuah celah agar
mampu terbang dan terbebas, tanpa harus terikat dengan perasaan yang
membingungkan bagi diriku sendiri. Karena
semakin aku menggenggamnya erat-erat, semakin perih yang kurasakan.
Dian Nurpaisyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar